Banjarmasin- Lativi News
Sidang praperadilan dengan Pemohon Ibrahim selaku Tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan Termohon Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan (Polda Kalsel) di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Senin (28/4/2025).
Sidang dengan agenda pembacaan gugatan dari pihak Pemohon memuat tujuh poin keberatan atas proses hukum yang dijalani.
Salah satunya terkait ketidakabsahan penyelidikan dan penetapan tersangka yang dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel.
Kuasa hukum pemohon, Husrani Noor SE SH, mengungkapkan bahwa perkara ini dipersoalkan karena penyelidikan terhadap kliennya dilakukan tanpa adanya laporan polisi (LP) sebagai dasar hukum.
Selama proses penyelidikan, penyidik disebutkan tiga kali memanggil pemohon melalui Surat Undangan Klarifikasi untuk diambil keterangannya, atas dasar laporan seorang bernama Akhmad Baidawi.
“Penyelidikan dilakukan berdasarkan Laporan Informasi Nomor: LI/73/V/RES.2.6/2024/Ditreskrimsus tanggal 6 Mei 2024 dan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP.Lidik/85/V/RES.2.6/2024/Ditreskrimsus tanggal 17 Mei 2024,” ujar Rani, sapaan akrab Husrani, usai sidang.
Namun, Laporan Polisi baru diterbitkan beberapa bulan kemudian, tepatnya pada 21 Oktober 2024, dengan Nomor: LP/B/120/X/2024/SPKT/Polda Kalsel.
“Artinya, penyelidikan terhadap klien kami dilakukan sejak Mei 2024 tanpa didahului penerbitan Laporan Polisi. Ini cacat hukum,” tegas Rani.
Ia menekankan, menurut hukum acara pidana yang berlaku, penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa pidana. Sehingga, penyelidikan seharusnya diawali dengan adanya Laporan Polisi.
“Karena penyelidikan dilakukan tanpa LP, maka penetapan tersangka terhadap pemohon kami anggap tidak sah dan melanggar prinsip due process of law dalam sistem peradilan pidana,” lanjutnya.
Diketahui, Ibrahim ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Februari 2025 atas dugaan pelanggaran Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU, Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, dan/atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Untuk memperkuat permohonannya, pihak pemohon berencana menghadirkan dua orang saksi ahli, yakni ahli hukum acara pidana dan ahli hukum perikatan perusahaan.
(MN)