Banjarmasin, Kamis (22/06/2023), bertempat di Aula Anjung Pepadaan Kejati Kalsel telah dilaksanakannya kegiatan sosialisasi nota kesepahaman antara Kejaksaan Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia. Yang dihadiri oleh SESJAMPIDMIL berserta Tim dan hadir pula Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah, Plt. Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, Kepala Bagian kerjasama dan Hubungn Luar Negeri pada biro hukum dan hubungan luar negeri , Kepala Bagian Sunproglapnil pada Jampidmil, para Asisten pada kejati kalsel dan KTU pada Kejaksaan tinggi kalsel serta para Aspidmil se-Indonesia yang mengikuti secara daring.
Dalam sambutan nya Kepala kejakasaan tinggi Kalimantan selatan menjelaksan bahwa kegiatan ini mempunyai makna yang begitu penting dan strategis, karena melalui forum ini selain dapat memahami materi muatan atau ruang lingkup dari Nota Kesepahaman Antara Kejaksaan Republik Indonesia dengan Tentara Nasional Indonesia juga bisa sebagai forum diskusi baik berkaitan dengan operasionalisasi dari MoU itu sendiri maupun hal-hal lain terkait dengan pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang dari bidang Pidana Militer termasuk berbagi pengalaman yang ada selama ini, selain itu, Sosialiasi yang diselenggarakan ini juga dapat sebagai ajang silahturahmi untuk lebih saling mengenal dan memahami tugas dan fungsi Bidang Pidana Militer sebagai unit organisasi baru di Kejaksaan dan hubungannya mitra kerja terkait. Disisi lain juga dapat menjadi wadah dalam membangun koordinasi sebagai bentuk upaya membangun kesamaan pikiran, pandangan serta kesamaan pemahaman untuk optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi yang baik ke depan, ujarnya.
Lanjut orang nomor satu di Kejati Kalsel, bahwa pada prinsipnya pembentukan Bidang Pidana Militer di Kejaksaan merupakan pengejawantahan atau manifestasi dari asas dominus litis atau secara etimologi diartikan sebagai pemilik perkara (dominus = “pemilik” dan litis = “perkara”). Selain itu, dalam penerapan hak penuntutan juga dikenal asas oportunitas yaitu Jaksa Agung dapat mengesampingkan perkara demi kepentingan umum dan asas Single Prosecution System berdasarkan asas een en ondeelbaar sebagai 1 (satu) kebijakan, di bidang penuntutan yang dilaksanakan oleh Kejaksaan selaku pemegang otoritas tertinggi kekuasaan negara di bidang penuntutan. Begitu pula dari segi yuridis normatif, asas tersebut juga diaktulisasikan secara eksplisit dalam ketentuan dan penjelasan Pasal 18 ayat (1) dan (4), Pasal 35 ayat (1) huruf c, i dan j Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Dalam rumusan ketentuan dimaksud pada prinsipnya mengatur bahwa Jaksa Agung merupakan Penuntut Umum tertinggi sekaligus penanggung jawab tertinggi dalam bidang Penuntutan di Negara Kesatuan Republik Indonesia, ungkapnya.
Sambungnya, oleh karenanya kemudian juga diatur bahwa salah satu tugas dan wewenang Jaksa Agung adalah mendelegasikan sebagian kewenangan Penuntutan kepada Oditur Jenderal untuk melakukan Penuntutan. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk konsekuensi logis dari Jabatan Jaksa Agung selaku Penuntut Umum tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.Sistem Penuntutan Tunggal Asas dan asas Een En Ondelbaar, juga sejalan dengan politik hukum yang dibangun dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang juga menempatkan Jaksa Agung selaku Penuntut Umum tertinggi di Negara Republik Indonesia sehingga Oditur Jenderal dalam melaksanakan tugas di bidang teknis penuntutan bertanggung jawab kepada Jaksa Agung melalui Panglima (penjelasan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer), namun demikian, tentu kita semua mengetahui bahwa sebelum dibentuknya struktur unit organisasi Bidang pidana Militer, pelaksanaan single prosecution system melalui mekanisme pertanggungjawaban teknis penuntutan dari Oditurat Jenderal kepada Jaksa Agung belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya atau belum optimal. Meskipun secara historical, diketahui telah ada upaya untuk konkretisasi mekanisme pertanggungjawaban teknis penuntutan dari Oditurat Jenderal kepada Jaksa Agung melalui Panglima yang salah satu diantaranya melalui usulan Penempatan Oditur Militer sebagai LO di Kejagung sebagaimana usul panglima melalui Surat Panglima TNI No. B/2950-17/01/04/Set pada Tahun 2013 dan disetujui oleh Jaksa Agung melalui Surat JA No. B-153/ Chk 1/08/2013 tentang Persetujuan Penempatan Oditur Militer sebagai LO di Kejagung, akan tetapi semua upaya yang dilakukan tetap belum bisa optimal sebagaimana yang diharapkan mengingat tidak didukung dengan struktur organisasi yang definitif dan belum adanya peraturan yang menjadi payung hukum pelaksanaannya. Inilah kemudian yang menjadi salah satu “pemicu” urgensi dibentuknya struktur organisasi baru di tingkat Kejaksaan Agung dengan dibentuknya Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer dan Kejaksaan Tinggi yakni Asisten Bidang Pidana Militer pada 20 (dua puluh) Kejaksaan Tinggi dan salah satunya di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan. Sebagai unit organisasi yang relatif masih baru di Kejaksaan, tentunya perlu penyesuaian dan menyempurnakan segala sesuatu dalam rangka optimalisasi pelaksaan tugas dan fungsi yang ada sekaligus dituntut harus bisa koordinatif dengan pihak terkait sehingga mampu saling memberikan penguatan secara kelembagaan khususnya antar penegak hukum bagi hadirnya penegakan hukum yang berkualitas di bidang pidana militer, ungkapnya.
Terakhir, Kepala Kejaksaan Tinggi juga menyampaikan selamat melaksanakan Sosialisai dan berharap forum ini menjadi best practice bagi Kejaksaan Tinggi yang lain dalam membangun koordinasi yang baik dalam pelaksaan tugas dan fungsi bidang pidana militer, pungkasnya. (Redaksi)