Arab saudi, Bagi masyarakat minangkabau Sumatera Barat Falsafah “duduak surang basampik-sampik duduak basamo balapang-lapang” sudah menjadi pedoman dalam hidup bersama dimanapun berada baik di kampung atau dirantau. Bila dibaca secara harfiah filosofi ini membingungkan dan tidak masuk akal tapi bila dipahami maksudnya sangatlah mendalam sebagai wujud kuat dan pentingnya nilai silaturahmi, kebersamaan, badunsanak dan demokrasi di ranah minang karena falsafah tersebut bermakna “dengan kebersamaan setiap masalah mudah dicarikan solusinya sementara sebaliknya kesendirian setiap masalah menjadi berat karena dipikirkan sendiri”. Karena itu wajar terutama diperantauan banyak persatuan perantau minang yang memiliki hubungan yang kuat karena mereka berprinsip silaturahmi, badunsanak di perantuan walau beda daerah sudah terasa saudara kandung.
Falsafah dimaksud disampaikan oleh Dr. Erianto Nazarlis SH.MH selaku Atase Hukum KBRI Riyadh yang mengajak perantau minang di kota Riyadh Arab Saudi sekitarnya untuk memperkuat silaturahmi dalam kegiatan sosialisasi hukum yang juga dibarengi dengan sosialisasi kekonsuleran oleh koordinator pelayanan warga KBRI Riyadh Mahendra yang sama sama asli putra luhak agam sekaligus penasehat organisasi minang saiyo Riyadh. Fitrini Muis Ghazali seorang perawat yang sudah 30 tahun di Riyadh selaku sesepuh di minang saiyo dalam kegiatan yang diadakan pada Tanggal 22 Oktober 2024 di pelataran taman terbuka kawasan diplomatic quarter Riyadh menyampaikan terima kasih atas terselenggaranya kegiatan ini sebagai bukti bahwa KBRI peduli dengan PMI di Arab Saudi termasuk pada perantau minangkabau yang cukup banyak di sekitar Riyadh dengan profesi di sektor kesehatan, pemerintahan, perguruan tinggi, informasi tekhnologi dan tenaga profesional lainnya,”ini adalah bukti kongkrit kecintaan seorang pemimpin kepada warganya, dunsanaknya sesama perantau jauh di negeri orang”.
Sementara Atase Hukum dalam penjelasannya yang dimoderatori oleh Okky Aprianto Lc mahasiswa magister King Saud University Riyadh dengan penuh keakraban menekankan peran perwakilan KBRI Riyadh antara lain memberikan perlindungan hukum kepada WNI di Arab Saudi. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah bagaimana WNI yang di Saudi hidup aman dengan mengetahui aturan di Arab Saudi antara lain. Meskipun sangat banyak dan tidak akan mungkin dipelajari setiap orang namun sesuai dengan prinsip hukum bila sudah berlaku maka mengikat kepada siapapun meski tidak mengetahui. Sesuai UUD Saudi, dasar utama aturan hukum adalah alqur’an dan hadis yang kemudian berkembang dalam perundang-undangan termasuk fatwa ulama yang harus diikuti namun semua aturan turunan dimaksud harus sejalan dengan nilai dalam alqur’an dan hadis, taatilah allah dan rasul serta ulil amri. Karena itu menurut atase hukum dalam berucap, bersikap, bertindak agar selalu berbedoman kepada nilai alqur’an dan hadis yang intinya amar ma’ruf nahi mungkar, kerjakan apa yang menjadi hak dan kewajiban kita misalnya sebagai pekerja, pelajar dan jangan sekalipun mengganggu hak orang lain. Apabila melihat beberapa kasus yang menimpa WNI berawal dari pelanggaran atas hak dan kewajiban misalnya kasus mendokumentasikan tindakan penggerebekan WNI yang disekap pihak tertentu untuk dijadikan korban prostitusi, dijual dan lainnya tanpa didampingi pihak berwenang setempat kemudian mengupload ke media sosial sehingga diketahui umum maka tindakan tersebut rentan jadi masalah karena menggambil dokumen tanpa hak tersebut dilarang dalam undang undang kerajaan dan pihak yang tidak berkenan dapat melaporkan ke pihak berwenang berujung hukuman pidana sebagaimana dialami beberapa WNI.
Lebih lanjut menurut Atase Hukum yang merupakan seorang jaksa yang menjadi perwakilan kejaksaan Indonesia di Arab Saudi ada juga kasus terkait pencucian uang menimpa salah satu mahasiswa Indonesia di Madinah karena jual beli riyal ilegal, kasus ribuan pekerja ilegal datang dengan visa ziarah mengalami masalah gaji tidak dibayar puluhan tahun, disiksa oleh keluarga majikan, tidak diberi makan layak dan ekploitasi fisik bahkan korban prostitusi. Ketiadaan dokumen resmi membuat kesulitan melakukan pembelaan atas masalah mereka.
Kasus seputar penelantaran jamaah umrah oleh travel, kasus haji ilegal menggunakan visa ziarah yang membuat mereka ditangkap keamanan, dipenjara, dideportasi dan ditelantarkan travel. Begitu juga terkait fatwa ulama arab saudi semisal larangan mengadakan maulid nabi dimana pelanggar akhirnya dideportasi. Banyak lagi kasus kasus hukum yang terjadi yang pada intinya sadari apa yang menjadi hak kita dan apa yang menjadi kewajiban kita bila datang ke suatu negara, menghormati pemerintahan, dan budaya setempat.
Atase hukum menegaskan, kehadiran KBRI bukan berarti kasus selesai dan pelaku bisa lepas karena KBRI bukanlah pengambil keputusan namun sama sebagai tamu di negara orang hormati aturan berlaku, pelaku harus bertanggung jawab atas tindakannya. Kehadiran KBRI hanya sebatas memastikan hak WNI tidak terzalimi seperti hak untuk dapat penterjemah bila tidak mengerti, mendampingi berhadapan dengan aparat penegak hukum, mencari informasi penanganan kasus, memberikan pertimbangan dan konsultasi hukum termasuk memberikan sosialisasi hukum sebagai pencegahan dini. Sementara terkait penyediaan pengacara yang dibiayai perwakilan sangat terbatas pada kasus tertentu yang ancamannya berat .
Pada akhir kegiatan sosialisasi yang dibarengi dengan makan bersama dimasak langsung para perantau minang, atase hukum berharap perantau minang di riyadh sekitarnya selalu memperkuat rasa persaudaraan, saling menolong dan peduli sesama dan ingat “kenali hukum jauhi hukuman”.
Sumber : Dr. Erianto Nazarlis S.H.,M.H.