Banjarmasin, Lativi news
Sidang Perkara gugatan ‘harta Gono gini’ antara H. Hilmi (penggugat) berhadapan dengan mantan istrinya Hj Lailan Hayati (tergugat), dengan klasifikasi wan prestasi terhadap surat perjanjian dan kesepakatan bersama kedua belah pihak, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Rabu ( 28/8/2024 )
Hakim Fidiyawan SH MH sebagai ketua Majelis dengan anggota Maria SH MH dan Rustam Parluhutan SH MH.
Adapun para prinsipal, H Hilmi di dampingi kuasa hukum Hasby SH dan Hj Lailan Hayati di dampingi Dr Junaidi SH, MH dan rekan yaitu Pranoto SH, Budi Prasetyo SH MH, Yudi Ridarto SH, H Siswansyah SH M.Si, MH, M Kurniawan SH, Tiara Aprichiliana SH MH dan Helda Paramitha SH.
Kuasa hukum Tergugat ,Dr Junaidi SH MH melalui Yudi Ridarto SH mengatakan, pada persidangan kali ini pihak penggugat telah menghadirkan dua saksi yaitu Bambang Oyong dan Abdul Hasan.
Pihaknya menilai kesaksian yang disampaikan Bambang Oyong dan Abdul Hasan, nilai pembuktiannya lemah.
” Saksi tadi kami nilai hanyalah sebagai pembuat naskah perjanjian, dan tidak mengetahui awal sebab musababnya sampai adanya perjanjian tersebut. Terbukti saat ditanya kenapa sampai adanya surat perjanjian tersebut, namun keduanya tidak mengetahuinya, ” katanya.
Sewaktu ditanya apakah penandatangan terhadap surat perjanjian tersebut dibuat secara terpaksa atau tidak?
Dijelaskan, kalau pihaknya menilai surat perjanjian dan penandatanganan tersebut terpaksa, di mana tanda tangannya diduga dilakukan di balik jeruji tahanan.
Namun pihaknya akan mengkroscek kembali BAP terkait tanggal penangguhan, di situ akan diketahui apakah penangguhan, diberikan sebelum perjanjian ditandatangani apa belum.
Dr Junaidi SH MH menambahkan, terkait substansi gugatan di mana pihak penggugat menginginkan, perjanjian kesepakatan bersama tersebut diteruskan.
Namun, lanjutnya, ada pasal-pasal yang tertera di dalam surat perjanjian kesepakatan yang dibuat, pada bulan April 2023 tersebut yaitu pasal 4,9 dan 10.
” Adapun dipasal 4 salah satu syarat dibuatnya perjanjian di mana penggugat seharusnya memaparkan aset-aset apa saja yang mau dibagikan. Namun pada kenyataannya tidak dilakukan, ” terang Dr Jun.
Kemudian, lanjutnya terkait Pasal 9 di mana penggugat berkewajiban mencabut laporan pidana. Di mana setelah ditandatangani laporan, pidana tidak dilakukan, dan perkaranya sudah putus.
Sedangkan Pasal 10, ada usaha yang hasilnya dibagi, sepertinya juga tidak lakukan penggugat.
(MN)