Keberadaan Komnas HAM di Indonesia memang sangat diperlukan untuk melindungi Hak-hak Kewarganaan menyangkut perlindungan, penghapusan Deskriminasi Ras dan Etnis. Komnas HAM sendiri merupakan sebuah lembaga yang mandiri dan independen yang kedudukannya setingkat dengan Lembaga Negara, dan keberadaannya dilindungi oleh Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberadaan Komnas HAM di Indonesia bukan karena adanya Piagam PBB melainkan, banyaknya kasus Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Aparat TNI ataupun Polri kepada warga sipil. Beberapa diantaranya berhasil diperjuangkan oleh Komnas HAM sampai tingkat Pengadilan, tapi sayangnya banyak juga yang tidak bisa diselesaikan Komnas HAM.
Berjalannya waktu, banyaknya kepentingan-kepentingan politik yang masuk pada lembaga Komnas HAM untuk menkebiri independensi lembaga tersebut. Ini dapat dilihat pada tahapan seleksi calon komisioner Komnas HAM. Pasalnya, Panitia Seleksi meloloskan Perwira Tinggi Polri berpangkat Inspektur Jenderal ke tahap seleksi selanjutnya.
Saya jadi berpikir, bagaimana mungkin jika salah satu unsur Komisioner Komnas HAM berlatar belakang sebagai Polisi, sementara ada banyak kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat yang dilakukan oleh Polisi, salah satunya kasus Pelanggaran HAM Berat di Paniai Papua.
Jika salah satu unsur Komisioner Komnas HAM berlatar belakang Polisi ini terjadi, maka dipastikan adanya konflik kepentingan dalam pengambilan keputusan terhadap sebuah kasus Pelanggaran HAM Berat.Ā Apalagi itu menyangkut nama baik korpsnya, dapat dipastikan dia akan memperjuangkan nama baik Lembaga Kepolisian jika Pelanggaran HAM Berat terjadi.
Harusnya, salah satu unsur dari Aparat Penegak Hukum yang paling memiliki potensi untuk memperkuat Lembaga Komnas HAM ialah Kejaksaan RI . Saya memiliki dasar yang kuat mengapa Jaksa harus masuk dalam Komisioner Komnas HAM, selain tidak memiliki konflik kepentingan. Jaksa merupakan salah satu Aparat Penegak Hukum yang tidak dipersenjatai oleh Negara, dan tidak ada satupun dari data yang dikeluarkan oleh Komnas HAM yang menyatakan Jaksa pernah terlibat melakukan Pelanggaran HAM Berat di Indonesia.Ā Serta, Lembaga Kejaksaan Agung juga memiliki kemampuan dalam Penyelidikan, Penyidikan, maupun kemampuan intelegensi yang kuat untuk membongkar kasus-kasus Pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
Salah satu contohnya adalah, tuntasnya penyidikan kasus Pelanggaran HAM Berat di Paniai Papua yang terjadi di era Presiden Joko Widodo yang diketuai langsung oleh Direktur Pelanggaran HAM Berat di Jajaran Jampidsus. Namun sayangnya, pada tahapan seleksi calon komisioner Komnas HAM tidak ada satupun tim penyidik kasus Paniai yang masuk pada seleksi calon Komisioner Komnas HAM.
Seharusnya,Ā Panitia Seleksi dapat meminta langsung kepada Jaksa Agung untuk mengirimkan salah satu Tim Penyidik kasus Pelanggaran Ham Berat Paniai untuk mengikuti seleksi calon Komisioner Komnas HAM. Permintaan Panitia Seleksi kepada Jaksa Agung ini tentunya dapat dilihat dari prestarasi Korps Kejaksaan Agung yang melaksanakan tugas dan fungsi dengan baik dalam mengungkap Kejahatan Luar Biasa yaitu Pelanggaran HAM Berat yang terjadi di Paniai Papua.
Jadi, dengan masuknya unsur dari Kejaksaan Agung di lembaga Komnas HAM sangat memperkuat independensi dan sistem penyidikan dari lembaga tersebut. Selain unsur-unsur lainnya seperti kalangan Akademisi, Kalangan Profesional, Kalangan Jurnalis, Kalangan Aktivis, dan Kalangan ASN/Pensiunan.
Mungkin saja ada ketakutan yang luar biasa jika unsur Kejaksaan Agung masuk dalam seleksi calon Komisioner Komnas HAM, ketakutan inilah yang menjadi sebab utama untuk menjegal unsur Kejaksaan Agung agar tidak diikut sertakan pada seleksi tersebut.
Salam sehat,
Rouli Rajaguguk
Penggiat media sosial