Balangan, Rabu (02/11/2022) telah dilaksanakan acara kegiatan Peresmian 21 Rumah Restorative Justice di kecamatan Juai yang di resmikan oleh Bapak Dr. Mukri, S.H M.H selaku Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan
Selatan. Hadir dalam acara tersebut Kepala Kejaksaan Negeri Balangan La Kanna , SH, M,H. Dandim 1001/HSU Balangan Letkol Inf Dhuwi Hendradjaja S.sos, M.I.Pol, Bersama Forkopimda Kabupaten Balangan Dalam sambutannya kepala kejaksaan Tinggi kalimantan selatan menyampaikan bahwa Secara konseptual dan
sederhana dalam ranah hukum pidana, Restorative Justice atau Keadilan Restoratif dapat diartikan sebagai suatu pendekatan untuk mencapai keadilan dengan pemulihan keadaan atas suatu peristiwa pidana yang terjadi. Berbeda dengan pendekatan pada penegakan hukum pidana konvensional/ pada umumnya dalam hukum positif yang lebih bersifat Retributive Justice dengan menitikberatkan pada penghukuman bagi pelaku, pendekatan dengan Restorative Justice menitikberatkan pada adanya partisipasi langsung pelaku, korban, dan masyarakat atau pemangku kepentingan lainnya dalam suatu proses musyawarah guna mencari dan mencapai suatu solusi (mufakat) atas suatu persoalan atau peristiwa pidana.
Dengan demikian pendekatan keadilan restoratif merupakan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang menekankan pada proses dialog dan mediasi sehingga apabila dilakukan dengan benar, dipercaya dapat merehabilitasi perilaku pelaku, meningkatkan pencegahan (deterrence) tindak pidana, menyadarkan para pihak akan pentingnya norma yang dilanggar (reinforcement of norm), dan memungkinkan pemulihan kerugian korban melalui pemberian ganti rugi atau restitusi. Oleh karena itu, pendekatan restorative justice tidak hanya berbicara mengenai proses, tetapi juga mengenai nilai (values) untuk terciptanya kedamaian dalam masyarakat, terwujudnya harmoni kehidupan dan terjaganya keseimbangan kosmis antara kehidupan masyarakat dengan alam semesta. Disinilah dituntut adanya peran Kejaksaan sebagai posisi sentral dalam sistem peradilan pidana sesuai dengan asas dominus litis atau secara etimologi diartikan sebagai pemilik perkara. Hal itu sejalan dengan ketentuan Pasal 139 KUHAP yang memberikan kewenangan kepada penuntut umum untuk menentukan apakah suatu hasil penyidikan yang lengkap sudah memenuhi persyaratan atau tidak untuk dilimpahkan ke pengadilan.
Berangkat dari hal tersebutlah kemudian yang melatarbelakangi Jaksa Agung selaku Penuntut Umum tertinggi
mengeluarkan terobosan atas kebutuhan hukum berupa kebijakan strategis dengan mengeluarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Peraturan Kejaksaan tersebut lahir untuk memecahkan kebuntuan atau kekosongan hukum materil dan hukum formil yang belum mengatur penyelesaian perkara menggunakan pendekatan keadilan restoratif sebagai sebuah kebutuhan.
Pembentukan rumah restorative justice atau rumah keadilan restoratif tersebut dimaksudkan agar dapat menjadi
sarana penyelesaian perkara diluar persidangan (afdoening buiten process) sebagai alternatif solusi memecahkan
permasalahan penegakan hukum dalam perkara tertentu yang belum dapat memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat setempat seperti sebelum terjadinya tindak pidana.
Keberadaan rumah Restoratibe Justice sangat dibutuhkan untuk menjawab kebutuhan sarana penyelesaian perkara diluar persidangan melalui penerapan mediasi penal dengan pendekatan restorative justice atau sebagai solusi alternatife pemecahan permasalahan penegakan hukum tertentu yang tentu saja harus sesuai dengan koridor atau batasan ā batasan yang telah diamanatkan dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Penyelesaian masalah pidana melalui pendekatan restorative justtice ini juga saya harapkan menjadi rujukan aparat penegak hukum khususnya Jaksa untuk mengedepankan nilai ā nilai kearifan lokal dalam proses penyelesaian perkara.
Rumah Restoratif justic yang sebentar lagi akan diresmikan, dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan dirasakan keberadaanya oleh masyarakat sebagai tempat pelaksanaan musyawarah mufakat dan perdamaian untuk menyelesaikan masalah / perkara pidana yang terjadi, yang dimediasikan oleh Jaksa dengan disaksikan para tokoh masyarakat, tokoh adat dan/atau tokoh agama setempat (mediasi penal dengan pendekatan restorative justice). Muaranya, tentu dapat terselesaikannya penanganan perkara secara cepat, sederhana dan biaya ringan, serta terwujudnya kepastian hukum yang lebih mengedepankan keadilan yang tidak hanya bagi tersangka, korban dan keluarganya, tetapi juga keadilan yang menyentuh masyarakat, dengan menghindarkan adanya stigma negatif terutama bagi tersangka sebagaimana makna yang terkandung dari nama Rumah Restorative Justice Lebih jauh, pembentukan rumah RJ ini diharapkan juga memiliki dampak ganda yang positif yakni dapat menjadi triger untuk menghidupkan kembali peran para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat, untuk bersama-sama masyarakat menjaga kedamaian dan harmoni serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap sesamanya dalam menyikapi suatu masalah. Namun demikian Rumah Restorative Justice bukan dimaksudkan untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi di masyarakat, tetapi terbatas pada permasalahan hukum pidana yang terjadi pada masyarakat dalam rangka mengeliminir perkara yang relatif ringan untuk diselesaikan melalui perdamaian yang Dan jajaran bahwa Kejaksaan telah mencanangkan program Balai Rehabilitasi Narkotika untuk menampung para pelaku penyalahguna narkotika yang akan dilakukan rehabilitasi melalui pendekatan keadilan restorative justice sebagai pelasaksanaan asas dominus litis. Untuk itu, Kepala Kejati Kalsel berharap agar kesempatan ini untuk mengimbau dan meminta kasediaan kerja sama dari Bapak Bupati sebagai pimpinan daerah untuk mendukung program tersebut dan rencananya akan diresmikan secara serentak oleh Bapak Jaksa Agung pada waktu yang akan ditentukan kemudian. Mengenai tempat dan bentuknya nanti akan dibicarakan dengan Kajari misalnya dengan menggunakan fasilitas rumah sakit daerah atau
bagaimana baiknya yang jelas program tersebut merupakan tindakan nyata sebagai sarana menampung para pecandu narkotika untuk direhap dan dapat menjadi solusi dari persoalan Lembaga Pemasyarakatan di seluruh Indonesia.
Selanjutnya setelah memberikan kata sambutan bapak DR. Mukri, SH, MH selaku Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan kemudian meresmikan Rumah Restiratif Justice.
Sumber : KASI PENERANGAN HUKUM ROMADU NOVELINO, S.H., M.H.