Peran penyidikan menjadi isu menarik di kalangan akademisi dan praktisi hukum Indonesia seiring dengan pembahasan perubahan KUHAP oleh DPR. Peran kejaksaan selama ini sebagai “dominus litis” atau pengendali perkara termasuk melakukan poenyidikan korupsi menjadi bahan perdebatan yang membelah dua kubu yaitu mendukung seiring dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga adhyaksa adapula melemahkan termasuk pihak yang dirugikan atas tindakan tegas kejaksaan mengungkap kasus big fish korupsi dengan menggaungkan penyidikan cukup oleh kepolisan dan kejaksaan melakukan penuntutan sesuai semangat diferensasi fungsional meski kurang didukung argumentasi teori dan praktik hukum yang kuat termasuk bagaimana sejarah posisi kejaksaan dalam HIR dahulu apalagi kejaksaan di berbagai negara.
Beredarnya rancangan KUHAP bahwa kejaksaan dapat mengambil alih dan menindaklanjuti laporan perkara pidana bila tidak ditindaklanjuti oleh kepolisian seolah menjadi pemicu hangatnya perdebatan karena kejaksaan akan semakin kuat. Tidak sedikit muncul akademisi maupun praktisi menginginkan kejaksaan tetap sebagai pengendali perkara harus diperkuat karena telah terbukti menjadi lembaga penegak hukum yang paling dipercaya masyarakat ditengah banyaknya permasalahan hukum oleh oknum kepolisian yang semakin mengurangi kepercayaan publik. Semoga tulisan bertema peran penyelidikan & penyidikan di Arab Saudi dengan merujuk ketentuan dan praktek hukum yang berlaku di Arab Saudi ini bisa menjadi bahan pertimbangan oleh pengambil kebijakan demi penegakan hukum berkeadilan, berkepastian, berkemanfaatan di Indonesia.
Anggapan hukum positif Arab Saudi terbatas alqur’an, hadis termasuk pendapat pendapat ulama yang tertuang dalam kitab fiqih klasik sebagaimana dipelajari di pesantren di Indonesia adalah keliru karena sesuai konstitusi Arab Saudi berupa Perintah Kerajaan Nomor A/90 Tahun 1412 menyebutkan “kerajaan Arab Saudi adalah negara arab islam, konstitusinya bersumber pada kitabullah dan sunnah rasul”. Lebih jauh konstitusi menjelaskan “pengadilan menerapkan hukum syariah dalam menangani perkara sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah serta peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sepanjang tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah”. Sistem hukum Arab Saudi sudah menganut sistem eropah kontinental bercirikan terkodifikasi, tertulis sistematis yang diadopsi dalam bentuk Keputusan Raja, Keputusan Dewan Menteri dan lainnya dimulai sejak Raja Abdul Azis (Tahun 1902-1953).
Ketentuan perundang-undangan Arab Saudi terkait peran kejaksaan dalam penegakan hukum diatur dalam Dekrit Raja Nomor M/2 tahun 1435 tentang Nizam Al’Ajriyaat Al’Jazaiyah atau KUHAP (kitap undang undang hukum acara pidana) yang diubah dengan Keputusan Raja Nomor (M/28) 1443 serta aturan pelaksanaannya, Keputusan Kerajaan Nomor M/56 1409 tentang sistem kewenangan penuntutan dan penyidikan (Kejaksaan / Niyabatul Aammah), Keputusan Kerajaan Nomor M/39 Tahun 1426 tentang narkoba (mukhaddarat) dan aturan lainnya dimana ada peran penyelidik (rijalul dabti jinai) dan peran penyidik (muhaqqiq).
Kedudukan dan Kewenangan Kejaksaan
Undang undang kejaksaan menempatkan kejaksaan sebagai bagian dari lembaga peradilan, memiliki independensi penuh, dan secara organisasi terkait dengan Raja dilengkapi kewenangan berupa; (1) melakukan penyidikan kejahatan, (2) mengakhiri penyidikan dengan cara mengajukan dakwaan atau menghentikannya, (3) melakukan penuntutan di depan peradilan, (4) mengajukan upaya hukum banding, (5) mengawasi pelaksanaan putusan pidana, (6) melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan, dan semua kaitan dengan tahanan dengan kewajiban Menteri Dalam Negeri memberitahukan menyampaikan lporan pengawasan kepada kejaksaan setiap enam bulan, dan (7) kewenangan lain yang ditugaskan pembuat peraturan.
Dalam hal tindak pidana dilakukan penyidikan oleh lembaga pemerintah lain sesuai perundang undangan maka penyidikan dan penuntutan dapat diserahkan kepada kejaksaan dengan keputusan Dewan Menteri.
Sementara itu KUHAP Arab Saudi selain menegaskan kewenangan kejaksaan melakukan penyidikan dan penuntutan, menguraikan rinci tentang penyelidikan sebaga tindakan pencarian pelaku tindak pidana dan pengumpulan keterangan serta bukti yang diperlukan untuk penyidikan dan penuntutan yang berada di bawah pengawasan Kejaksaan. Bahkan dalam hal perbuatan melawan hukum atau melalaikan pekerjaan yang dilakukan pegawai instansi tertentu maka kejaksaan dapat meminta instansi berwenang memeriksa termasuk meminta tindakan disiplin terhadap orang tersebut lalu melaporkan ke kejaksaan dengan tidak mengurangi tuntutan pidana.
Pelaksanaan tugas penyelidikan tindak pidana dilaksanakan oleh berbagai institusi yaitu (1) Anggota kejaksaan sesuai dengan bidang keahliannya. (2) Direktur kepolisian dan asistennya, (3) Perwira di semua sektor militer dalam kejahatan yang termasuk yurisdiksi, (4) Gubernur, Bupati dan Camat. (5) Kapten kapal laut dan udara Arab Saudi, atas kejahatan dilakukan di atas kapal, (6) Pimpinan Komisi Pemberdayaan Budi Pekerti dan Pencegahan Kemunafikan sesuai yurisdikinya, (7) Pegawai dan orang yang diberi kewenangan melakukan penyidikan tindak pidana berdasarkan peraturan khusus, (8) Badan, panitia dan orang yang ditugaskan melakukan penyelidikan seperti Badan Narkotika Nasional terkait kejahatan narkotika sebagaimana Keputusan Kerajaan No. M/39 Tahun 1426 dan lainnya.
Penyelidik memiliki kewajiban berupa menerima laporan dan pengaduan yang disampaikan mengenai semua tindak pidana baik lisan maupun tertulis, dari sumber diketahui atau tidak, memeriksa dan mengumpulkan keterangan yang berkaitan dengan tindak pidana dalam suatu berita acara yang ditandatangani, mencatat ringkasan dan tanggal dalam suatu daftar khusus dan segera memberitahukannya kepada Penyidik Kejaksaan. Penyelidik berkewajiban juga mendatangi sendiri tempat kejadian perkara untuk mengamankan, menyita segala sesuatu yang berkaitan dengan tindak pidana, mengamankan barang bukti, menuangkan dalam berita acara khusus yang ditandatangani oleh penyelidik dan anggota timnya. Meskipun sedang dilakukan penyidikan tindak pidana oleh kejaksaan tidak menghalangi penyelidik untuk melaksanakan tugas penyelidikan, mengumpulkan bukti, dan klarifikasi yang diperlukan dengan melaporkan hasil penyelidikan kepada kejaksaan.
KUHAP juga mengenal tertangkap tangan berupa tertangkap saat melakukan kejahatan atau segera setelah dilakukannya kejahatan, jika korban mengikuti atau masyarakat mengikuti pelaku dengan berteriak setelah kejahatan terjadi atau jika pelaku ditemukan segera setelah kejahatan terjadi membawa peralatan, senjata, barang bawaan atau barang lain yang dapat diduga dia adalah pelaku atau kaki tangan atau jika pada waktu itu terdapat bekas atau tanda yang menunjukkan bahwa dia adalah pelaku. Dalam penyelidikan terhadap pelaku tertangkap tangan maka semua tindakan termasuk penangkapan harus segera dilaporkan kepada kejaksaan.
Sementara diluar tertangkap tangan penangkapan pelaku oleh penyelidik tidak boleh lebih 24 jam kecuali perintah tertulis penyidik. Penangkapan didasarkan cukup bukti berupa tanda-tanda lahiriah, petunjuk kuat sebagai pembenar menempatkan seseorang sebagai terdakwa sesuai penilaian penyelidik. Dalam hal penyelidik telah mendengar keterangan dari tersangka yang ditangkap serta menganggap cukup bukti maka penyelidik dalam waktu 24 jam menyerahkan laporan kepada penyidik untuk selanjutnya tersangka diperiksa oleh penyidik guna menentukan dalam waktu 24 jam berikutnya apakah dilakukan penahanan atau tidak.
Sementara penahanan yang dilakukan penyidik didasarkan kondisi kepentingan penyidikan menghendaki dilakukan penangkapan, terdakwa tidak menunjuk tempat yang disetujui oleh penyidik, dikhawatirkan akan melarikan diri atau menghilang dan terdakwa tidak bersedia hadir ketika diminta. Disamping itu sesuai Keputusan Jaksa Penuntut Umum No. 1 Tahun 1442 penahanan dapat langsung dilakukan terhadap pelaku 25 kejahatan besar berupa; kejahatan perbatasan, pembunuhan, keamanan nasional, ancaman penjara 3 tahun lebih, dinyatakan sebagai kejahatan harus ditangkap, terkait kejahatan surat dagang, penggelapan dana masyarakat, dana badan hukum publik, penipuan keuangan melebihi 20.000 riyal, penganiayaan mengakibatkan cacat, menyerang dana atau harta milik negara atau swasta agar hancur diatas 20.000 riyal, memukul orang tua, memasuki rumah dengan maksud menyerang diri, kehormatan atau harta benda, pencurian oleh geng, penjarahan uang, pencurian mobil, menjadi mucikari, atau mendirikan tempat prostitusi, menjual, memproduksi, menyelundupkan, atau memiliki minuman keras, menyelundupkan, membawa, menerima, atau membudidayakan tanaman Qat, kecelakaan lalu lintas akibat beberapa hal berupa mabuk, memakai narkoba, melawan arus lalu lintas, pada waktu melampaui lampu merah, atau pada waktu melebihi batas kecepatan. Selanjutnya penyerangan terhadap petugas keamanan baik diri, kendaraan atau peralatannya, menggunakan senjata api di tempat atau acara umum, menembakkan atau mengacungkan senjata api untuk menyerang atau mengancam, pemerasan, penculikan atau penahanan dengan tujuan menyerang diri sendiri, kehormatan atau harta benda serta kejahatan penipuan komersial jika produk atau bahan yang digunakan dipalsukan berbahaya bagi kesehatan manusia atau hewan atau mempengaruhi keselamatan mereka.
Hal lainnya terkait kewenangan kejaksaan adalah memastikan keabsahan keberadaan tahanan, narapidana di penjara dan bila ditemukan tahanan ilegal wajib dilaporkan kepada pimpinan unit penyidikan kejaksaan. Begitu juga penggeledahan rumah selain memenuhi syarat tertentu oleh penyelidik harus seizin penyidik, keharusan membuka segel dokumen di depan penyidik, penyimpanan barang sitaan termasuk tindakan pemusnahan dibawah pengawasan kejaksaan. Penyidik juga berwenang mengarsipkan perkara bila tidak cukup alasan untuk dilanjutkan. Wassalam.