Jakarta — Lativi-News
Permohonan uji materil terkait kewenangan penyidikan perkara korupsi oleh kejaksaan yang diinisiasi oleh firma hukum Sihaloho & Co.Law sebagai pihak pemohon,melalui pengacaranya, Yasin Djamaluddin ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemohon meminta MK melakukan uji materil terkait pasal-pasal tentang kewenangan kejaksaan dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. Terutama Pasal 30 ayat (1) d UU 16/2004 tentang Kejaksaan, Pasal 39 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pasal 44 ayat (4), dan ayat (5), serta Pasal 50 UU 30/2022 tentang KPK.
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materil terkait pasal-pasal yang menyangkut kewenangan kejaksaan dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi.
MK dalam putusannya mempertahankan dasar hukum kewenangan penyidikan kejaksaan tersebut tanpa mengubah frasa apapun dalam pasal-pasal yang diajukan oleh para pemohon sebagai objek uji konstitusional.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Dr Ketut Sumedana menerangkan, bahwa putusan MK dibacakan terbuka, dan diterima oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN), pada Selasa (16/1/2024).
“Konklusi berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum, mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan uji materil yang diajukan oleh pemohon, tidak berdasarkan dan beralasan hukum,” begitu kata Ketut menyampaikan inti putusan MK tersebut, Rabu (17/1/2024). Maka dari itu, majelis hakim memutuskan dalam amar putusan, mengadili: menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” tuturnya
Menurutnya ada sejumlah dalil-dali yang disampaikan oleh tim JPN sebagai termohon yang dijadikan landasan dalam putusan MK. Yakni mengenai dalil bahwa kewenangan penyidikan merupakan open legal legacy atau kebijakan terbuka dalam pembentukan undang-undang (UU).
Disebutkan oleh hakim konstitusi, bahwa kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan dalam perkara-perkara korupsi merupakan keperluan dan kebutuhan mutlak dalam penindakan, maupun penegakan hukum di bidang pidana khusus.Kewenangan jaksa untuk melakukan penyidikan adalah praktik yang lazim di dunia internasional.
Disebutkan juga dalam putusan MK, bahwa kewenangan jaksa dalam melakukan penyidikan, utama perkara-perkara korupsi, tak mengganggu proses check and balance seperti yang juga dipermasalahkan oleh para pemohon.
“Dari putusan dan dalil-dalil dalam putusan MK tersebut, Kejaksaan Agung mengapresiasi atas putusan majelis hakim konstitusi yang menolak seluruh permohonan uji konstitusional mengenai kewenangan penyidikan tersebut,” Tutupnya.
(MN)