Palangkaraya, Pemilu serentak untuk pengisian lembaga legislatif DPR, DPD, DPRD dan pergantian Presiden / Wakil Presiden tahun 2024 mendatang berpotensi menghadapi banyak tantangan karena semakin terbukanya persaingan antar partai, caleg peserta pemilu dan terdapat berbagai kepentingan terkait peralihan kepemimpinan tingkat nasional dan daerah. Karena itu Kepala Kejaksaan Tinggi Kalteng Pathor Rahman SH.MH menghimbau penyelenggara pemilu khususnya jajaran KPU se Kalteng yang memegang posisi sentral memahami betul regulasi yang ada sehingga pemilu berasaskan langsung umum bebas jujur dan adil (luber jurdil) yang diharapkan dapat terwujud menghasilkan pemimpin atau wakil rakyat yang terbaik. Jangan sampai malah jajaran KPU sendiri yang terjebak kepada kepentingan tertentu, ikut memancing di air keruh yang jauh dari pelaksanaan pemilu luber jurdil berujung terjerat masalah pidana pemilu yang sekitar tujuh puluhan pasal dalam undang undang nomor 17 tahun 2017 tentang pemilihan umum apalagi tindak pidana korupsi.
Lebih lanjut kajati kalteng yang diwakili oleh Dr. Erianto N.SH.MH Koordinator pada kejati kalteng selaku narasumber dalam rapat koordinasi potensi permasalahan hukum pada tahapan pemilu 2024 dan penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Kepada seluruh komisioner KPU Kabupaten / Kota se-Kalimantan Tengah pada Jumat pagi 30 Desember 2022 di Palangkaraya yang dilaksanakan oleh KPU Provinsi Kalteng menekankan akan pentingnya seluruh komisioner dan penyelenggara memahami asas-asas penyelenggaraan pemilu, asas-asas hukum pidana seperti legalitas, bentuk delik seperti formil, materil, aduan, umum dan lainnya termasuk sistem pembuktian pidana sehingga potensi penyimpangan akan dapat dikurangi. Semua regulasi dalam undang undang yang mengatur detil setiap tahapan penyelenggaraan pemilu disusun dengan semangat asas luber jurdil termasuk banyaknya rumusan pidana sampai tujuh puluhan tidak lain agar pemilu ideal terwujud dan jangan memandang regulasi sebagai penghambat proses pemilu.
Menurut Dr. Erianto N SH.MH yang berlatar belakang pendidikan bidang hukum tata negara tingkat sarjana dan menekuni bidang pidana jenjang megister serta doktor menegaskan perlunya menghilangkan keraguan terhadap anggapan tidak jelasnya membedakan perbuatan antara pelanggaran administrasi atau masuk ranah pidana apalagi rumusan pidananya didahului oleh pelanggaran atas proses pemilu bersifat administratif yang dikenal dengan bentuk rumusan administrative penal law atau perbuatan administrasi berujung pidana. Sesuai dengan asas legalitas dalam hukum pidana dimana perbuatan dapat dikualifikasi sebagai pidana bila sudah diatur secara tegas dalam perundang-undangan maka bila sebuah perbuatan memenuhi seluruh unsur-unsur pidana yang didukung minimal pembuktian sebagaimana diatur KUHAP, maka penyelenggara tidak perlu ragu lagi bersikap menentukan hal tersebut merupakan perbuatan pidana untuk didorong ke penegakan hukum dan sesuai asas independensi hukum pidana maka penafsiran aturan pidana tersebut terbebas atau independen dari penafsiran secara perdata atau tata usaha negara, jangan tafsirkan aturan pidana dengan penafsiran hukum lain. Disini jugalah pentingnya peran dari pihak pihak yang dilibatkan dalam sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu) berupa bawaslu, kepolisian, kejaksaan memberikan penilaian dan kajian yuridis yang jernih terhadap kasus yang ditemukan di lapangan sehingga dapat dengan baik menerapkan hukum untuk kepastian hukum nantinya baik yang sampai ke pengadilan untuk kasus pidana atau diselesaikan oleh KPU sebagai pelanggaran administrasi.
Dalam undang undang pemilu banyak sekali pasal mengatur tentang ketentuan pidana sehingga sudah menjadi kewajiban penyelenggara benar benar memahami dan menguasai sehingga dapat melaksanakan serta memberikan penjelasan kepada peserta pemilu dan seluruh masyarakat secara tepat. KPU di daerah jangan ragu ragu mengandeng semua penegak hukum terkait termasuk kejaksaan di daerah dalam mensosialisasikan terkait regulasi pemilu, menyelesaikan semua persoalan pemilu semaksmal mungkin karena kejaksaan sendiri justru ada program pelayanan hukum gratis bidang Datun maupun penerangan/penyuluhan hukum di bidang intelijen selain bidang pidana umum yang secara aturan terlibat langsung dalam sentra gakkumdu.
Lebih lanjut menurut Dr. Erianto N. SH.MH yang delapan tahun sebagai penuntut umum tipikor di kejaksaan agung menjelaskan kita semua jangan sampai terjebak dan buru buru membenarkan isu sepotong apalagi membagikan berita hoax di medsos tanpa dicek kebenarannya. Sesuai teori pembuktian pidana ada kewajiban memperoleh dua alat bukti terlebih dahulu baik dari saksi, surat, ahli, petunjuk maupun terdakwa yang membuat terang perbuatan pidana bukan malah terjebak hanya pada barang bukti yang hanya bagian dari alat petunjuk. Mengakhiri pemaparan yang diselingi banyak pertanyaan dari peserta, Dr. Erianto N yang juga menjadi staf pengajar pada fakultas hukum Univ Palangkaraya dan IAIN Palangkaraya juga mengingatkan penyelenggara untuk berhati hati jangan sampai terjerumus pada tindak pidana korupsi mengingat penyelenggara pemilu yang mendapat anggaran dari negara/ daerah bahkan sampai tingkat desa sekalipun merupakan subjek dari pelaku yang dirumuskan oleh undang undang tipikor apalagi nyata nyata melakukan penyimpangan anggaran pemilu untuk kepentingan pribadi atau kelompok dengan cara markup, pemalsuan, fiktif dan lainnya meskipun dalam lingkup pemilu namun dengan asas kekhususan sistematis bisa saja dibawa ke ranah korupsi mengakhiri.(redaksi)