Saudi Arabia, Sabtu 22 februari 2025 kemarin pemerintah dan masyarakat kerajaan arab saudi memperingati ‘yaumul ta’sis” sebagai hari berdirinya negara arab saudi yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Raja Salman Bin Abdul Azis Al Saud pada tanggal 27 januari 2022 sekaligus sebagai hari libur nasional. Meskipun kemeriahannya tidak sebesar hari nasional “yaumul wathani” setiap tanggal 23 September yang penuh diskon perbelanjaan namun tetap terasa dengan berbagai kegiatan pertunjukkan, seni dan kebudayaan saudi di berbagai tempat, berbagai platform media, termasuk arakan kendaraan berbendera saudi ukuran besar di jalanan. Tulisan sederhana ini bertujuan sedikit gambaran yaumul ta’sis dan yaumul wathani terutama bagi diaspora Indonesia di arab saudi.
Yaumul Ta’sis Saudi
Merujuk beberapa referensi di media elektronik arab saudi, yaumul ta’sis merupakan tonggak penting dalam sejarah kerajaan arab saudi, karena mencerminkan kedalaman sejarah, budaya dan menegaskan akar yang dalam dari negara saudi selama lebih dari tiga abad. Peringatan berdirinya negara Saudi didasarkan dekrit Raja tanggal 27 Januari 2022 yang menetapkan tanggal 22 Februari setiap tahunnya sebagai hari peringatan berdirinya negara Saudi, dengan nama “Yaumul Ta’sis” yang jatuh pada tanggal 30 Jumadil Akhir 1139 H bertepatan tahun 1727 masehi. Saat itu Imam Muhammad bin Saud selaku penguasa kedua keluarga Al Saud dan Emir kelima belas Emirat Diriyah memegang tampuk kekuasaan di Diriyah telah meletakkan fondasi pertama bagi sebuah negara yang dibangun berdasarkan prinsip persatuan, stabilitas, dan keamanan.
Pangeran Dr. Majid bin Thamer Al Saud dalam sebuah tulisannya dimuat makkahnews menyampaikan perayaan perayaan yaumul ta’sis merupakan kesempatan untuk mengenang sejarah panjang negara saudi, merasa bangga atas apa yang telah diberikan para pemimpin dan rakyat demi kebangkitan saudi, meningkatkan rasa bangga, rasa memiliki terhadap tanah air, memperkuat hubungan dekat antara warga negara dan pemimpin, keteguhan dalam menghadapi tantangan, menyoroti kekayaan warisan budaya dan sosial yang telah membentuk identitas kerajaan serta meningkatkan kesadaran generasi baru tentang pentingnya melestarikan pencapaian nasional dan mengingatkan bahwa kerajaan bukanlah produk era modern, melainkan perpanjangan dari warisan budaya yang mengakar kuat.
Selain kegiatan parade militer, pesta kembang api hal terpenting dalam peringatan yaumul ta’sis adalah acara mengenang warisan budaya seperti pegelaran pakaian tradisional , senjata perang, musik. Begitu juga kementerian dalam negeri dalam momen perayaan juga meluncurkan di daerah Al-Jubailah berupa Kantor Polisi sebagai tempat bersejarah, yang merupakan kantor polisi pertama di wilayah tengah, dan merupakan bangunan bersejarah penting di Kerajaan. Dari Kantor Polisi Al-Jubailah yang bersejarah yang merupakan kantor polisi pertama di wilayah tengah, dan merupakan bangunan bersejarah penting di Kerajaan. Pembenahan mulai dari alun-alun di sekitar Kantor Polisi Al-Jubailah yang menghadap ke Wadi Hanifa hingga menghadap ke jalan “Saba’ Al-Malaf”, pintu gerbang Najd menuju Makkah Al-Mukarramah yang menjadi saksi keamanan kafilah dagang, haji dan umrah, serta pengunjung dua masjid suci sejak awal berdirinya. Kemudian pameran artefak untuk pertama kalinya, seperti pedang, belati, dan senjata bersejarah yang digunakan pada saat itu, melewati beberapa kerajinan kuno di pasar bersejarah Al-Jubailah, rumah-rumah tanah liat di sekitar pusat, dan mencapai “Bukit Polisi”.
Fase Negara Arab Saudi
Pertama, Negara Saudi didirikan oleh Imam Muhammad bin Saud pada tahun 1139 H/1727 M dengan ibu kotanya di Diriyah dan berlanjut hingga tahun 1233 H/1818 M. Kerajaan Saudi pertama melakukan perencanaan sumber daya ekonomi dan memikirkan tentang masa depan kerajaan. Pendirian ini memiliki akar yang paling menonjol, yaitu: berdirinya Bani Hanifah di tengah Jazirah Arab pada awal abad kelima masehi menyebabkan berdirinya Kerajaan Yamamah menjadi bagian dari negara Nabi setelah datangnya Islam. Stabilitas terpusat di wilayah Al-Aridh Najd, khususnya di Wadi Hanifa.
Setelah berakhirnya Kekhalifahan Rashidun, Jazirah Arab menjadi tidak stabil dan lemah. Pada pertengahan abad ke-9 H, tepatnya tahun 850 H/1446 M, Pangeran Mani’ bin Rabi’ah Al-Muraidi Al-Hanafi berhasil kembali ke pusat Jazirah Arab, tempat para leluhurnya berada, dan mendirikan kota Diriyah (terdiri dari Ghasiba dan Al-Mulaybid) yang menjadi titik tolak berdirinya negara Saudi yang pertama.
Pada masa pemerintahan Imam Muhammad bin Saud dan para Imam setelahnya, kota Diriyah menjadi ibu kota negara yang luas dan menjadi sumber daya ekonomi, sosial, intelektual, dan budaya. Kota ini memiliki sejumlah situs arkeologi kuno seperti: distrik Ghasiba yang bersejarah, wilayah Samhan, dan distrik At-Turaif yang digambarkan sebagai salah satu kawasan lumpur terbesar di dunia dan terdaftar dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO , wilayah Bujairi , dan pasar Diriyah. Selain itu, sistem keuangan negara digambarkan sebagai salah satu sistem yang menonjol dalam hal menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran. Banyak ulama telah berhijrah ke Diriyah guna menimba ilmu dan menulis yang saat itu sedang marak, sehingga muncullah sekolah baru di bidang kaligrafi dan penggandaan.
Kedua, Tujuh tahun setelah berakhirnya beberapa perluasan negara Arab Saudi pertama, Imam Turki bin Abdullah bin Muhammad bin Saud pada tahun 1240 H/1824 M berhasil memulihkan dan mendirikan negara Saudi Kedua yang bertahan hingga tahun 1309 H/1891 M. Imam Turki bin Abdullah bin Muhammad bin Saud berhasil menyatukan sebagian besar wilayah Jazirah Arab dalam waktu singkat, melanjutkan pendekatan yang digunakan untuk mendirikan negara Saudi pertama , yaitu menjaga keamanan, pendidikan, dan keadilan, serta menghilangkan perpecahan dan konflik. Negara tersebut terus memerintah wilayah tersebut hingga tahun 1309 H/1891 M.
Ketiga, Pada tanggal 5 Syawal 1319 H/15 Januari 1902 M, Raja Abdulaziz Al Saud mendirikan negara saudi ketiga setelah kekosongan politik dan kekacauan di pusat jazirah arab yang berlangsung selama hampir sepuluh tahun. Pada tanggal 5 Syawal 1319 H/15 Januari 1902 M, Raja Abdulaziz Al Saud bin Faisal Al Saud berhasil merebut kembali Riyadh ibu kota leluhurnya, pendiri Negara Saudi Kedua dan kembali bersama keluarganya ke sana. Kemudian melanjutkan perjuangan bersenjata selama lebih dari 30 tahun berhasil menyatukan wilayah penting di antaranya: Najd selatan , Sudair , dan Al-Washm pada tahun 1320 H / 1902 M , Al-Qassim tahun 1322 H / 1904 M, Al-Ahsa tahun 1331 H / 1913 M, Asir tahun 1338 H / 1919 M dan Hail tahun 1340 H / 1921 M, menguasai wilayah Hijaz (wilayah mekkah dan madinah sampai tabuk) antara tahun 1343 H dan 1344 H /1925 M dan tahun 1349 H / 1930 M berhasil melakukan penyatuan wilayah Jizan diperbatasan negara yaman sebagai usaha yang dilanjutkan oleh putra sekaligus raja Saudi setelahnya dalam memperkuat pembangunan dan persatuan Kerajaan
Yaumul Wathani Saudi
Pada 17 Jumadil Ula tahun 1351 H, bertepatan tanggal 23 September 1932 M, Raja Abdulaziz Al Saud mengeluarkan dekrit mengumumkan penyatuan negara dari Kerajaan Hejaz, Nejd dan Wilayah Kekuasaannya sebagaimana diuraikan dalam periode ketiga Saudi diatas menjadi Kerajaan Saudi Arabia. Pada tanggal 25 Rajab 1345 H /19 Januari 1927 M, penduduk Najd mengucapkan janji setia kepada Raja Abdulaziz di Riyadh sekaligus mengakui sebagai Raja Najd. Setelah perjanjian Jeddah antara pemerintah Inggris dan Kerajaan Hejaz, Nejd dan daerah protektoratnya pada tahun 1927 M, Inggris mengakui Abdulaziz sebagai Raja Kerajaan Hejaz, Nejd dan daerah protektoratnya. Tanggal 23 September ini dikenal dengan “Yaumul Wathani atau Hari Nasional” arab Saudi yang diperingati setiap tahunnya. Wallahua’lam bisshawab