Teks photo: JAM-Pidum Kejagung, Prof Dr Asep Nana Mulyana
Jakarta –Lativi News
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Prof Dr Asep Nana Mulyana menyetujui 10 dari 11 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada ekspose virtual, Selasa, 21 Oktober 2025.
Satu permohonan Restorative Justice ( RJ ) yang pengajuannya ditolak yakni berkas perkara atas nama Tersangka M. Rifani alias Fani dari Kejaksaan Negeri Tapin, yang disangka melanggar Pasal 187 Ayat (1) KUHP tentang Kejahatan yang Membahayakan Kepentingan Umum, tidak dikabulkan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, S.H., M.H., menerangkan, permohonan tersebut tidak disetujui karena perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka, bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Adapun 10 permohonan restorative justice yang disetujui JAM-Pidum berasal dari 9 Kejaksaan Negeri (Kejari) di Indonesia yaitu terhadap:
1. Tersangka Bismar Ronald Simanjuntak dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Merauke. Tersangka disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) jo. Pasal 5 huruf a Subsidair Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
2. TersangkaI Berlin Julianto Sihombing dari Kejari Rokan Hulu, yang disangka melanggar 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
3. Tersangka Frani Tampi alias Frani anak dari Maxi Tampi dari Kejari Kutai Timur, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
4. Tersangka Edi Suparman bin Wagiman dari Kejari Musi Rawas, yang disangka melanggar 44 Ayat (1) jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
5. Tersangka Ahmad Rifai alias Ahmad bin Rasak dari Kejari Polewali Mandar, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
6. Tersangka Amril alias Ambi bin Kulla dari Kejari Polewali Mandar, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
7. Tersangka M. Mansur bin Sahroni dari Kejari Tapin, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 dan ke-5 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan atau Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
8. Tersangka Sudomo alias Domo anak angkat Diono dari Kejari Landak, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian atau Pasal 107 huruf d Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
9. Tersangka Herkulanus Aris alias Aris anak dari Heronimus Heron dari Kejari Sekadau, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan dan/atau Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
10. Tersangka Lira Virna alias Lira binti Eddy Idwar dari Kejari Bangka Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan Persetujuan RJ
Menurut Kapuspenkum, permohonan restorative justice disetujui karena alasan telah dilaksanakan proses perdamaian secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, serta ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun
Permohonan restorative justice juga disetujui karena alasan Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, kedua pihak yang berperkara setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Pertimbangan lainnya adalah faktor sosiologis serta adanya respons positif dari masyarakat
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.
(MN)
