Banjarmasin –Lativi News
Ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Selatan ,Lamhot Hasudungan dihandirkan oleh Jaksa Penuntut Umum dari Kejari Barito Kuala di PN Tipikor Banjarmasin dalam persidangan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada BRI cabang Marabahan dengan Terdakwa Nor Ifansyah,Kamis (18/09/25).
Ahli selaku Pengendali tekhnis pada BPKP Provinsi Kalsel menyampaikan pendapatnya dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Oleh Cahyono Riza Adianto tentang hasil Audit terhadap 4 orang debitur BRI cabang Marabahan yaitu : Fitrianoor , Samidi , Haris Budiman dan Agus Kurniawan.
Menurutnya , uang yang mengalir (Pinjaman) terhadap 4 debitur dimaksud senilai Rp 6,4 Miliar ,untuk total kerugian keuangan negara yang ditimbulkannya adalah Rp 5,9 Miliar. Sedangkan terhadap Terdakwa tidak dilakukan audit .
Ahli juga menjelaskan tentang metode audit, yakni bukan audit investigasi. Saat hendak melakukan wawancara ,4 orang debitur dimaksud tidak hadir ,terpaksa wawancara dengan orang dari BRI cabang Marabahan.
Berdasarkan rekening koran yang telah diperiksa dan diteliti , uang dari BRI cabang Marabahan seju,lah RP 6,4 Miliar masuk kepada 4 debitur masing masing . Tidak mengalir kemana mana termasuk ke pada Terdakwa Nor Ifansyah.
Salah seorang Hakim, Arif Winarno SH, mengeluhkan dengan metode audit yang digunakan oleh Tim audit BPKP Kalsel dalam perkara ini karena dalam audit atau penghitungan kerugian keuangan negara tidak melakukan follow the money sehingga tidak dapat menelusuri kemana aliran dana .
“ Ini sering terjadi dalam persidangan” ucap Hakim ,Arif Winarno.
Oleh karenanya ,Ia memerintahkan kepada Ahli agar melaporkan kepada Kepala BPKP provinsi Kalsel agar akan datang melakukan follow the money dalam audit.
Dr Abdul Hakim SH MH, Tim Penasihat Hukum (PH) Terdakwa yang juga selaku Wakil Ketua I Dewan Pergerakan Advokat Reoublik Indonesia (DEPA-RI) Bidang PKPA dan UPA ,kepada ahli menanyakan apa korelasinya audit yang dilakukan terhadap 4 orang debitur dimaksud dengan Terdakwa ?
Dijawab oleh Ahli bahwa dalam perkara ini Ia dihadirkan untuk menerangkan kerugian keuangan negara atas 4 orang debitur yaitu : Fitrianoor , Samidi , Haris Budiman dan Agus Kurniawan.
Sidangpun dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan Terdakwa.Ia mengaku diminta oleh Ibu Emi untuk mencarikan nama orang bersih ( tidak bermasalah) di dealer untuk mengambil atau leasing alat berat dengan imbalan Rp 1 juta untuk ongkos jalan. Kemudian Terdakwa menghubungi Agus Suryani umtuk mencarikannya.
Dari Agus Suryani Terdakwa menerima soft copy KTP , Kartu Keluarga dan akte cerai yakni atas nama Fitrianoor , Samidi , Haris Budiman dan Agus Kurniawan melalui HP miliknya yang kemudian dicetaknya dan diserahkannya kepada orang kepercayaan Ibu Emi di Giant Mall .
Terdakwa dalam keterangannya mengaku tak menyangka kalau copy KTP ,KK dan akte cerai yang diserahkannya kepada Ibu Emi ternyata malah digunakan sebagai persyaratan kredit di BRI cabang Marabahan.
Sebelum sidang ditutup , Ketua DPD DePA-RI Kalsel Nizar Tanjung SH MH yang juga selaku PH Terdakwa kepada Majelis Hakim , menyampaikan surat laporan yang telah dikirimnya kepada Jaksa Agung RI
Terkait 4 orang debitur penerima uang dari BRI cabang Marabahan yang tak kunjung dihadirkan dalam persidangan yang harusnya bertanggung jawab dalam perkara ini .
Kepada wartawan ,Nizar Tanjung usai sidang menegaskan bahwa basic dari tipikor adalah melawan hukum dan merugikan keuangan negara sedangkan terkait pemberkasan baik KTP ,KK atau surat lainnya itu masuk dalam ranah pidana umum tidak masuk ranah tipikor.
Terkait 4 orang dimaksud menurut nizar merekalah yang menikmati dan merugikan keuangan negara yang harusnya dijadikan Tersangka dan diseret ke Pengadilan sebagai Terdakwa.
Ia berharap dengan disampaikannya surat kepada Majelis Hakim akan menjadi atensi untuk Majelis Hakim dalam memutus perkara ini .
Abdul Hakim menimpali , bahwa dalam audit kerugian Negara tertulis Rp 5,9 Miliar sedangkan fakta persidangan atas pemeriksaan saksi notaris didepan persidangan di atas sumpah menyatakan bahwa pemohon kredit terpisah akad nya, hari dan tanggal nya tidak satu kelompok jadi tidak bisa dihitung secara global karena semua pemohon kredit mempunyai tanggung jawab yg berbeda kalau 4 orang pemohon kredit tidak di hadir kan bagaimana hukum bisa di kenakan pada orang lain.
Menurutnya ahli dari BPKP yang hadir dalam persidangan tidak ada korelasi kepada Terdakwa saksi hanya sekali di periksa di tahun 2020 atas nama helmi dan tidak ada lagi di periksa oleh jaksa penuntut umum
“ kami selaku Penasihat Hukum hanya ingin kejelasan hukum atas siapa saja yang terlibat” pungkasnya
(MN)