MAGETAN – Detik-detik mendekati Lebaran Idul Fitri 1445 H tahun ini, seorang tukang jahit pakaian di Magetan, Jawa Timur, mendadak kebanjiran pelanggan. Para pengguna jasa penjahit itu datang bukan untuk dibikinkan baju atau celana, melainkan memermak aneka macam pakaiannya.
Jika hari-hari biasa tukang rombak pakaian yang memberi label usahanya ‘Permak Levi’s’ itu cuma mendapat garapan maksimal 5 potong per hari, saat-saat ini dia menerima orderan mencapai 30 hingga 35 potong per hari.
Si tukang permak pakaian – yang pelanggannya biasa memanggil ‘Pak Levi’s’ itu – yakni Romli, 60 tahun, membuka usaha jasa penjahitan di Jalan Raya Jurusan Madiun – Magetan. Tepatnya berada di Desa Jomblang, Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan.
Ditemui jurnalis di tempat usahanya, Jumat (5/4/2024), Romli mengaku berasal dari Provinsi Lampung. Dia hengkang dari kampung asalnya, untuk mengadu nasib di tempat usahanya saat ini, dan menerapkan keahliannya di bidang menjahit pakaian.
Mengajak istri dan dua anaknya yang masih kanak-kanak waktu itu, menuju bedak kontrakan pada tahun 2009. Sebuah mesin jahit butut, dengan penggerak pancal kaki, dibawa serta sebagai sarana membuka usaha jasa penjahitan.
“Saya mulai membuka usaha ini sejak tahun 2009. Berarti sudah 15 tahun lalu. Modal saya cuma sebuah mesin jahit jelek. Pengoperasiannya gak pakai listrik. Melainkan pancal kaki,” ujar Romli mengenang masa-masa lalunya.
Dikisahkannya, hal yang paling menyenangkan baginya ialah ketika mulai memasuki bulan Ramadan. Sebab, bisa diandalkan bila tibanya bulan suci itu akan mulai berjubelan pengguna jasa jahit mendatanginya.
Diakuinya, pelanggan yang datang terbanyak adalah ingin meminta tolong memermak baju maupun celananya. Bukan membikin baju atau celana baru.
Terlebih jika lebaran kurang 15 hari, menurutnya, pelanggan bisa mencapai 30 sampai 35 orang. Terkadang satu orang bisa membawa 2 atau 3 potong celana maupun baju.
“Yang banyak itu memermak. Membesarkan atau mengecilkan baju atau celana. Juga tidak sedikit yang memotong celana karena terlalu panjang. Kalau membuat baju atau celana baru, jarang,” aku Romli berair muka senang.
Untuk tarif, jelas Romli, dia mematok rupiah yang sama. Baik membesarkan, mengecilkan atau memotong pelanggan dikenakan tarif Rp. 20.000 per potong. Jika sehari dia mengerjakan perombakan busana sebanyak 30 sampai 35 potong, berarti Rp. 600 ribu sampai Rp. 700 ribu kepegang tangan Romli.
Para pelanggan yang datang, umumnya mereka yang usai belanja berbagai jenis pakaian di mall untuk busana lebaran Idul Fitri, namun merasa kurang sreg karena kebesaran atau terlalu panjang.
Kasus yang dikerjakan Romli untuk dirombak bervariasi. Bisa karena celana terlalu panjang, lengan hem kurang pendek, gaun wanita kurang kecil dan berbagai keinginan pelanggan.
“Saya sudah lama langganan di Pak Levi’s ini. Hasil permaknya enak dipakai. Nyaman gitu rasanya. Kita jadi percaya diri mengenakannya. Ongkos tidak mahal dibanding dengan kepuasan hati,” aku Tutik, pelanggan permak.
Karena hari-hari menjelang datangnya Idul Fitri makin dekat, terang Romli, dia terpaksa menambahi jam kerja ekstra panjang. Jika hari biasa dia mulai buka jam 07.00, sekarang dimajukan menjadi jam 06.00.
“Biasanya saya tutup jam 9 malam. Hari menjelang lebaran gini saya kerja lembur. Tutup jam 11 malam. Atau kadang lebih dari jam itu kalau pesanan banyak sekali,” tutur Romli.
Berkat ketekunannya, usaha Romli mengembang. Mesin jahit pancal dulu telah ‘dibuang’. Diganti mesin baru yang menggunakan enerji listrik.
Jumlah mesin jahitnya pun bertambah. Sekarang dia memiliki mesin obras, yakni jahitan penutup pinggiran kain sebelum dijahit sesuai bentuk.
Romli merasa bangga, berkat menjahit dirinya mampu membesarkan, menyekolahkan hingga mendirikan usaha dagang untuk kedua anaknya.
“Saya dulu sekolah cuma sampai SD. Anak saya tamat SMA. Tapi keterampilan saya menjahit ini yang belum tentu tiap orang bisa. Dan keterampilan itulah yang membuat saya bisa makan dan hidup,” Romli mengakhiri penjelasannya. (fin)